27.6 C
Jakarta
Array

Bahaya Laten HT (Indonesia): Koreksi Atas Tulisan Sesat Chaerul Anam

Artikel Trending

Bahaya Laten HT (Indonesia): Koreksi Atas Tulisan Sesat Chaerul Anam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bahaya Laten HT (Indonesia): Koreksi Atas Tulisan Sesat Chaerul Anam

Oleh: Masruhan Samsurie

Menyamakan NU dengan HT (Hizbut Tahrir) sebagaimana disampaikan oleh Chaerul Anam dari Undip, yang kini tengah menempuh program doktor fisika di ITB dan menguasai banyak “kitab kuning”, tidak sepenuhnya benar bahkan bisa menyesatkan.

Kesamaan itu mungkin ada pada kaifiyah (tata cara) shalat, puasa, menghormati Nabi dan sahabat, menghornati tamu, cara makan, cara menggauli istri dan berbagai ubudiyah dan ahlak lainnya; tapi jelas bertentangan secara nyata dalam pandangannya soal siyasah (berbangsa, bernegara, berpemerintahan).

NU sudah tegas mengakui Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sementara HT menolaknya Pancasila. NU memandang pentingnya nasionalisme (hubbul wathon) dan HT sebagai gerakan transnasional menolak batas negara. NU mendukung sistem demokrasi dan HT menolaknya dengan khilafah, dan masih banyak lagi kontradiksi keduanya.

Jika HT menilai Pancasila dinilai hagal dijadikan dadar negara karena faktanya yang terjadi justru banyak praktik-praktik yang justru anti-Pancasila, bahkan berbeda antara satu rezim dengan rezim lainnya sepanjang pemerintahan negara ini, jawabannya bukan pada Pancasilanya, tapi karena bangsa ini sedang “belajar menjadi” Pancasilais.

Pakai konsep dan sistem apapun dalam kehidupan berbangsa tetap akan menghadapi banyak hambatan, karena negara ini terdiri dari sekian ratus suku, bahasa, budaya dan sebagainya yang memang membutuhkan waktu utk menjadi bangsa yang benar-benar besar dan jaya, baldatun toyyibatun wa robbun ghofur.

Jadi HT cukup untuk bermimpi saja menerapkan khilafah, karena toh di negara asalnya Palestina, Syaikh Taqiyyuddin Al-Nabhani sebagai pendirinya, HT tidak laku, demikian juga dg negara-negara Timur Tengah lainnya.

Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang tumbuh dari rahim Indonesia, sedangkan Hizbut Tahrir Indonesia-–dalam konteks keindonesiaan-–merupakan organisasi transnasional yang dapat mengancam eksistensi NKRI. Tampaknya, sosok Syaikh Yusuf Al-Nabhani menjadi jembatan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia untuk menarik simpati masyarakat

Mestinya di negara-negara Arab, HT bisa laku karena memang punya modal sejarah dan budaya yang dibutuhkan untuk berdirinya siatem khilafah. Tapi kenapa ditolak?

Apalagi di Indonesia yang dalam banyak aspek tidak sama dengan negara-negara Arab, tidak sekedar tidak laku tapi justru mendapat perlawanan yang kuat dari mayoritas umat Islam Indonesia.

Memang saya akui banyak kekurangannya dengan pemerintahan kita, seperti masih belum tegaknya keadilan, kesenjangan ekonomi, kebodohan, korupsi dimana-mana dan sejumlah persoalan sosial lainnya. Jika ini tidak segera ditanggulangi jangan harap HT bisa hilang sampai akar-akarnya, demikian juga dengan faham-faham import yang bertentangan dengan Pancasila: komunisme dan liberalisme. Wallahu’alam bishahawab []

Semarang 16 Mei 2017

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru