31 C
Jakarta
Array

Aplikasi Piagam Madinah dalam Konstitusi Indonesia (3)

Artikel Trending

Aplikasi Piagam Madinah dalam Konstitusi Indonesia (3)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Spirit Piagam Madinah Dalam UUD 1945

Oleh: KH. M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D

Pada masa Nabi saw telah terbentuk sebuah Negara Madinah. Sebab unsur-unsur definisi sebua negara telah terpenuhi; yaitu population, territory and a government. Menurut Mac Iver, Negara adalah The state is an association which, acting through law as promulgated by a government endowed to this end with coercive the universal external conditions of social order.

Konsitusi Madinah telah tercermin dalam konstitusi Indonesia. Bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar struktur Negara. Sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Bab XI UUD 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

Ketentuan UUD 1945 tersebut bertentangan dengan arah sekularisasi dan teokrasi homogen. Demokrasi menurut UUD adalah demokrasi Pancasila. Setiap sila dari lima sila, termasuk Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, Negara tidak memisahkan antara urusan agama dengan Negara. Urusan agama menjadi urusan resmin Negara seperti telah dibentuk Kementerian Agama. Maka demokrasi pun tidak lepas dari nilai-nilai agama, tetapi juga buka Negara agama.

Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencakup tanggung jawab bersama dari semua golongan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk secara terus menerus dan bersama-sama meletakkan landasan moral, etik dan spiritual yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalam pancasila.

Dari uraian di atas tampak adanya kesamaan konsep antara Piagam Madinah dengan Konstitusi Indonesia. Keduanya mengandung konsep kesamaan adanya ikatan agama dengan negara. Bedanya, ikatan agama Islam dengan Negara Madinah sangat erat sekali, karena agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad saw. yang bertindak sebagai kepala negara. Ikatan Islam dengan Negara Madinah tampak jelas dalam hal menyelesaikan masalah-masalah kemasyarakatan dan hubungan agama dengan Negara. Berbeda dengan negara Indonesia yang secara rinci dan eksplisit mengatur antara hubungan negara dengan agama. Di lihat dari aspek hukum, Indonesia sangat mirip dengan piagam Madinah karena sumber hukum di Indonesia menyebut Hukum Islam disamping hukum warisan benda dan hokum adat.

Dari pembahasan format dan isi konstitusi Madinah dan Indonesia, secara fenomenologi, tampak bahwa nilai-nilai transendental sangat berpengaruh terhadap rumusan dan isi keduanya. Nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa banyak mendasari dan mewarnai kalimat-kalimat isi keduanya.

Kebhinekaan tercermin dalam konstitusi sebelum Perubahan UUD 1945, ketentuan yang terkait dengan perlindungan terhadap kebhinnekaan tertuang dalam jaminan terhadap kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan).Pasca Perubahan UUD 1945, jaminan terhadap kebhinnekaan semakin jelas dan kuat, baik berupa hak individu, hak kolektif, maupun terhadap satuan pemerintahan. Ketentuan UUD 1945 yang menjamin kebhinnekaan dalam bentuk hak individu diantaranya adalah Pasal 28E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 28I Ayat (2); dan Pasal 29 Ayat (2).

Pasal 28E Ayat (1) menjamin hak setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Pasal 28E Ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nurani­nya. Pasal 28E Ayat (3) menjamin hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28I Ayat (2) secara tegas menyatakan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan  perlindungan  terhadap  perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.

Khusus untuk kemerdekaan beragama dan beribadat, adalah jaminan terhadap kebhinnekaan dalam hal bergama. Hal itu ditegaskan dalam dua ketentuan, yaitu Pasal 28E Ayat (1) dan Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945. Bahkan, dalam Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, serta hak beragama merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Kebebasan untuk berpegang kepada suatu agama dalam Piagam Madinah juga berlaku bagi Yahudi Bani al Najjar (pasal 26), Yahudi Bani al Najjar (pasal 27), Yahudi Bani Sa’idah (pasal 28), Yahudi Bani Jusyam (pasal 29), Yahudi Bani Aws (pasal 30), Yahudi Bani Tsa’labah (pasal 31), Jafnah Bani Tsa’labah (pasal 32), Yahudi Bani Syutaibah (pasa 33), Mawali Tsa’labah (pasal 34), orang-orang dekat atau teman kepercayaan kaum Yahudi (pasal 35).

Dasar toleransi umat beragama dalam Piagam Madinah memiliki kekuatan hukum yang sangat substansial dan mendasar. Ide Piagam Madinah adalah murni bersifat islami karena secara derivatif berakar pada nilai al Qur’ar al Karim:

وَلآَ أَناَ عاَبِدٌ ماَعَبَدْتمُ ْ* وَلآَ أَنْتُمْ عاَبِدُوْنَ مآَأَعْبُدُ * لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنٌ  (الكافرون: 4-6)

Artinya: “Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah * dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah * Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”. (al Kafirun: 4-6)

Dalam Piagam Madinah Nabi Muhammad saw. dalam kapasitasnya sebagai nabi dan kepala negara tidak memaksa untuk mengubah agama. Ia hanya mendakwakan Islam. Soal konversi ke agama Islam tergantung kepada kesadaran mereka. Bahkan Nabi saw menciptakan kerukunan antar komunitas agama dan keyakinan yang ada. Dalam kaitan ini Fazlur Rahman menyatakan, Piagam itu telah memberi jaminan kebebasan beragama bagi orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dan mewujudkan kerja sama  yang erat dengan kaum muslimin.

Jelas, menurut penulis bahwa konstitusi Islam pertama yang diperaktekkan oleh Nabi Muhammad saw. di Madinah adalah negara kota yang multi etnis, kultur dan agama. Konstitusi tersebut telah memposisikan agama berada dalam negara dan negara sebagai penjamin kelangsungan umat beragama, menghargai keyakinan dan keberadaan agama yang plural. Dalam kontek politik perjanjian Madinah adalah alat untuk hidup bersama dan mendapat kebebasan secara sosial.

Jika kita mengkaji Piagam Madinah mengenai agama dan hubungannya dengan negara yang terimplementasi dalam konstitusi yang disepakati bersama oleh masyarakat yang plural, selayaknya kita dapat menemukan bahwa otoritas negara terhadap keagamaan masyarakat sebatas menjamin keberlangsungan, kebebasan untuk memilih dan memeluk agama, mengatur militer serta terpeliharanya perdamaian dalam kehidupan bersama. Hal ini dapat dilihat dari isi konstitusi yang dirancang oleh Nabi Muhammad saw sebagai nabi dan rasul yang sekaligus sebagai kepala negara.

Nabi Muhammad Saw mendirikan negara Madinah tidak melebelkan “negara Islam”, tetapi bersifat umum dan berdasarkan atas kesepakatan masyarakat “kontrak social”.  Hubungan agama dan negara diletakkan sebagai relasi yang kuat dan resmi.  Pluralitas keagamaan dilihat sebagai keniscayaan yang harus dilindungi oleh negara. Hal ini juga tercermin dalam UUD 1945 yang mencamtukan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Melatakkan agama sebagai sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meskipun negara tidak boleh mencampuri urusan internal umat beragama.

Kebebasan beragama adalah keniscayaan yang tidak mungkin terhindarkan. Piagam Madinah dan UUD 1945 meletakkan kebebasan beragama, melaksanakan keyakinan dijamin oleh negara. Akan tetapi kebebasan itu ada pada ketaraturan dan tidak boleh mencidrai keyakinan warga negara lainnya.

Intinya, pembentukan negara bersifat ijtihadi menuju kemaslahatan umat. Heterogenitas adalah keniscayaan, tetapi tetap dalam bingkai keteraturan yang taat kepada hokum dan kesepakatan. []

 

*Disampaikan pada acara Workshop Pengasuh Pesantren se-Indonesia di Pondok Pesantren Al Hikam II, Depak pada 18-20 November 2011

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru